Renungku untuk Dukuh Tanjung
Dukuh Tanjung adalah sebuah dusun kecil yang terletak di Wonogiri bagian barat daya berbatasan dengan daerah DIY. Dukuh ini termasuk kebayanan Tanjung, Kelurahan Punduhsari, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, Kode Pos: 57662. Dukuh tanjung terletak di kelurahan Punduhsari bagian paling selatan, berbatasan dengan Kelurahan Pagutan. Untuk selengkapnya batas-batas Dukuh Tanjung sebagai berikut:
- Sebelah Utara: berbatasan dengan dukuh Ngelo.
- Sebelah Timur: berbatasan dengan dukuh Ngloji
- Sebelah Selatan: berbatasan dengan dukuh Tawangrejo (kelurahan Pagutan)
- Sebelah Barat: berbatasan dengan kebayanan Jatibedug.
Dukuh Tanjung termasuk daerah bebatuan yang kering. Di saat musim kemarau warga kesulitan mendapatkan air, meski tak sesulit warga Gunungkidul yang harus berjalan kiloan meter untuk mendapatkan air. Namun sampai saat saya menuliskan artikel ini, sudah banyak warga Tanjung yang memasang PAM dari sumber air Umbul Nogo, sehingga sumur masih bisa mencukupi bagi warga yang tidak memasang PAM.
Mayoritas penduduk tanjung hidup dengan mata pencaharian sebagai petani. Namun, karena sawah dan tegalan mereka hanya bisa ditanami ketika musim penghujan saja ada juga yang bekerja sebagai tukang batu, tukang kayu dan lain-lain. Selain itu, di dukuh tanjung beridir sebuah pabrik batu yang memproduksi batu putih yang digunakan untuk dinding maupun lantai. Pabrik batu kecil ini dikelola oleh Bp. Suyatno dengan susah payah. Namun, walaupun pabrik ini kecil sanggup mengurangi angka pengangguran di dukuh Tanjung khususnya. Mereka yang tadinya bingung harus bekerja apa, mereka bisa bekerja di pabrik batu tersebut dengan mudah.
Memang dukuh Tanjung bertanah kering yang tidak mendukung pertanian, tetapi dukuh Tanjung terletak di jalur alternatif 4 wilayah, yaitu, Wonogiri, Yogyakarta, Klaten dan Sukoharjo. Setiap harinya lalu lintas yang melewati jalur dukuh Tanjung tidak sedikit. Kian lama kian ramai, mulai dari sepeda motor, mobil, truk hingga bus pun terkadang melewati jalan Kelir-Manyaran di depan dukuh Tanjung ini.
Dari lalu lintas yang ramai ini, sebenarnya menurut saya merupakan sebuah peluang besar bagi masyarakat Tanjung khususnya untuk meningkatkan perekonomian. Jika warga mau kreatif dengan membuat usaha disepanjang jalur lalu lintas (Jl.Kelir-Manyaran) saya yakin tak lama dukuh kecil ini akan menjadi sebuah dukuh yang ramai dikunjungi orang. Sebagai contoh saja warga Jatibedug yang mayoritas warganya mempunyai usaha ukir. Banyak sekali tamu yang berdatangan baik dari Solo, Yogyakarta maupun Klaten yang datang untuk memesan berbagai macam ukiran. Sayangnya, warga Jatibedug banyak yang tidak mengerti dunia internet, andaikan mereka sudah kenal internet dan menawarkan berbagai hasil karyanya secara online, saya yakin bukan hanya Solo, Jogja dan beberapa wilayah sekitar saja yang akan berkunjung, bahkan dunia internasionalpun akan mengenalnya.
Berbagai pemikiran ingin membuat tanah kelahiranku tercinta ini menjadi sebuah kampung yang makmur selalu mengusik tidur malamku setiap hari. 12 tahun yang lalu setelah lepas dari SMA, kami pemuda dukuh Tanjung ingin membuat sebuah perpustakaan kecil-kecilan. Mengapa perpustakaan? Dukuh kami dekat dengan sebuah SMP Negeri Manyaran, dengan perpustakaan kami berpikiran mereka membutuhkan bacaan untuk mendukung pelajarannya. Dengan modal patungan kami membeli buku-buku bekas ke Solo. Singkat cerita, berbagai persiapan telah siaga, tinggal beberapa saat siap dimulai. Tetapi, betapa sedih hatiku karena sesuatu hal niat kami pupus di tengah jalan. Hal itu tak terlupakan hingga saat ini.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Semenjak seorang sahabat yang selalu punya ide kreatif menikah dan pergi merantau aku semakin merasa sendiri menjaga dukuhku tercinta ini. Beberapa saat setelah itu saya sempat linglung, dalam lubuk hatiku bertanya "apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan keinginanku dalam kesendirianku ini? Berkelana ke sana kemari tak tahu apa yang kucari menghiasi hari-hariku, hingga suatu saat seorang teman mengajariku bagaimana mengoperasikan komputer.
Komputer? Ya, komputer. Sebelumnya saya menganggap komputer adalah sebuah barang mahal yang tak mungkin aku bisa menggunakannya. Tetapi, sahabatku terus memberikan dorongan dengan memberikan beberapa dasar program grafis (coreldraw) untuk pertama kali aku belajar komputer. Mungkin dalam diriku memang mengalir darah seni. Program coreldraw dapat aku kuasai dengan lancar setelah beberapa bulan, meski tidak seperti anak kuliahan. Untuk beberapa saat saya melupakan cita-citaku, konsentrasiku tertuju pada belajar komputer.
Setelah program coreldraw aku kuasai, saya mencoba belajar sofware pengolah gambar yaitu photoshop. Singkat cerita saya pun menguasainya. Setelah itu, ingatanku kembali ke sebuah angan-anganku yang sejenak aku lupakan. Dengan bermodal coreldraw dan photoshop, saya belajar membuat banyak hal yang mungkin nantinya dibutuhkan orang, mulai dari mencetak foto, sablon kaos dan spanduk, ID Card dan beberapa hal yang bisa aku kerjakan. Senang sekali rasanya aku bisa menghasilkan beberapa karya yang tadinya tak pernah aku bayangkan bisa membuatnya.
Setelah beberapa tahun berlalu dan aku yakin mampu melayani berbagai permintaan konsumen yang berhubungan dengan apa yang bisa ku buat, dengan modal hutang di bank ku beranikan diri mendirikan sebuah rental komputer. Karena aku bisa komputer otodidak maka rentalku kuberi nama improve computer. Setelah beberapa saat berjalan, yang terpikirkan bukan bagaimana memajukan usahaku tetapi justru aku berpikir bagaimana aku bisa memberikan pengetahuanku kepada pemuda-pemuda Tanjung.
Aku berusaha mengajak para pemuda untuk belajar komputer, sablon atau mungkin hal lain yang berhubungan dengan komputer. Beberapa bulan dan bahkan tahun, ternyata tak satupun pemuda Tanjung yang tertarik dengan dunia komputer. Mereka lebih suka merantau dan bekerja ikut orang, baik buruh PT maupun menjadi karyawan penjual bakso. Padahal mereka rata-rata lulus Sekolah Menengah. Hingga saat ini aku masih terheran-heran mengapa demikian.
Berbagai gejolak masih berkecamuk dalam dadaku hinga ketikkan terakhir pada posting ini. Apa lagi yang bisa aku lakukan? Bagaimana aku bisa berguna bagi kampung halamanku? dan seabrek pertanyaan yang tak bisa aku tumpahkan.
Lelahku mulai menyapaku. Selamat malam tanah kelahiranku. Aku untukmu.
Post a Comment for "Renungku untuk Dukuh Tanjung"