Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemuda Tanjung yang tangguh Mandiri

agus diana
Mayoritas anak muda sekarang akan selalu meminta kepada orang tuanya untuk menuruti segala keinginannya tanpa menengok apakah orang tua mampu memberikannya atau tidak. Mereka tidak berusaha memahami apa pekerjaan orang tua, berapa gajinya dan apa yang dimilikinya. Karena pergaulan yang mendorong timbulnya rasa gengsi dengan teman-temannya, mereka ingin apa yang dimiliki teman harus dimilikinya pula.

Namun tidak demikian dengan Agus Diana. Seorang pemuda Tanjung RT.02 (Ngloji) semenjak sekolah tak pernah menuntut banyak dari orang tuanya. Sewaktu masih SMA saya sendiri terharu melihatnya bersama kedua temannya Untung dan Sugeng tak malu-malu berlumur limbah Pabrik Batu Tanjung untuk mendapatkan beberapa ribu uang. Hal ini mereka lakukan bukan tak sengaja, mereka tahu keadaan orang tua yang memang tidak ada. Ketika saya tanya mereka berkata “Daripada nongkrong, main ke sana ke mari lebih baik berlatih bekerja. Aku tersenyum, ternyata di jaman sekarang anak yang masih duduk di sekolah menengah telah mampu berfikir mana yang lebih bermanfaat.

Setelah lulus dari sebuah STM swasta Agus berusaha melamar pekerjaan di berbagai pabrik di daerah Solo Baru. Pindah dari pabrik yang satu ke pabrik yang lain sering dia lakukan untuk mencari mana yang cocok dengan yang diinginkannya. Hingga sekarang dia telah menemukan suasana pabrik yang nyaman untuk pekerjaannya.

Setelah beberapa tahun membina tali cinta dengan seorang gadis, dia sempat didesak orang tua si gadis agar dia segera menikahinya. Namun, meski dia juga ingin menikah, tak begitu saja ia menerima permintaan orang tua sang pujaan hatinya. Dia mengajukan permintaan kepada orang tua si gadis 2 tahun untuk menikahi putrinya.

Tahukah anda mengapa Agus mengajukan permintaan demikian. Agus anak orang tak punya. Dia anak pertama dari ketiga adiknya. Adiknya yang 2 kembar dan masih kecil-kecil, sedangkan ia tahu orang tuanya tak memiliki pekerjaan tetap. Pada suatu malam dia pernah mencurahkan segala perasaannya kepada saya tentang keluarganya yang minim ekonomi, sedangkan di balik itu dia juga berhak menentukan masa depannya, menikah dan membuat sebuah keluarga yang damai sejahtera.

Mulai awal 2 tahun yang diberikan orang tua si gadis, dia terus mencari pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Mulai dari berjualan pakan burung, memelihara burung dan ayam aduan. Selain itu, setiap saya ada pesanan banner atau sablon kaos dia selalu saya titipi untuk mencetakkan pesanan dan alat-alat sablon. Dari jerih payah tersebut saya berikan bagi hasil dengannya meski tak seberapa. Jika pesanan banyak saya kasih lebih, dan uang bensinnya pun saya tambah.

Dari hasil bekerja di pabrik dan kerja sampingan ini dia berhasil membeli sebuah sepeda motor meski hanya bekas, dan dia masih mampu menyisihkan uangnya di tabungan. Bukan itu saja, hampir semua kebutuhan keluarganya dialah yang menopangnya. Saya cukup salut, meski pemuda ini belum begitu banyak pengalaman namun ternyata ia sudah mampu mengurus kebutuhan keluarga. Sedangkan saya yang sudah berumur jauh di atasnya saja belum mampu memberikan apa-apa terhadap bapak dan simbok.

2 tahun berlalu. Ternyata sang gadis pujaan masih sabar menunggu lamaran pemuda Tanjung yang sederhana ini. Berbagai persiapan telah dia siapkan, mulai dari undangan hiburan dan segala tetek bengek kebutuhan orang punya hajat. Semuanya Aguslah yang mengeluarkan beayanya. Aku geleng-geleng kepala, seorang pemuda sederhana mampu menikahkan dirinya dengan jerih payahnya sendiri.

Pada suatu hari ia bersama omnya menepati janjinya melamar seorang gadis yang berasal dari daerah Solo. Tanggal 8 November 2012 Agus Diana telah menyunting seorang gadis pujaannya. Saya bersama beberapa teman mengantarnya hingga ijab qobul selesai. Semua berjalan lancar, Agus membaca akad nikah dengan lancar dan tegas. Tampak wajah berbinar dari wajah sepasang pengantin setelah acara akad nikah selesai dilaksanakan.

Pada tanggal 10 November 2012, pengantin di antar ke dukuh Ngloji, Tanjung Punduhsari Manyaran tempat Agus tinggal. Penyambutan dari warga yang gembira sekaligus trenyuh dalam bahasa Jawa pun berlangsung. Saya lihat ada beberapa anggota keluarga yang meneteskan air mata.

Setelah acara tilikan selesai, malam harinya diadakan hiburan wayang kulit semalam suntuk. Kebetulan di daerah sini ada beberapa orang yang belajar menjadi dalang. Dan uniknya, dalang bukannya menerima upah, tetapi justru membantu. Agus memberikan uang 2 juta rupiah untuk membeayai pertunjukkan wayang. Coba anda bayangkan uang segitu untuk beaya pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk. Sedangkan untuk tanggapan normal sang dalang rata-rata 4 juta rupiah. Lalu bagaimana uang sejumlah itu untuk membeayai? Sang dalanglah yang mencukupinya.
pertunjukan wayang kulit tanjung

Pertunjukkan wayang kulit berjalan meriah hingga jam 4 pagi. Kebetulan teman-teman masa kecilku yang sudah sukses di Jakarta dan Surabaya menyempatkan pulang hari itu untuk bertemu melepas rindu. Benar-benar meriah malam itu. Setelah beberapa tahun tak ada kemeriahan di dukuh Tanjung, rasanya malam itu telah menggantikannya.

Dapatkah teman mengambil hikmah dari cerita sederhana ini? Semoga adik-adik di kampungku sudi mengikuti jejak pemuda Tanjung yang sederhana ini. Ingatlah, kampung kita kampung miskin, sulit mencari pekerjaan. Pemuda yang ulet dan mandiri sangat dibutuhkan untuk kemajuan kampung halaman tercinta ini. Contohlah kakak-kakakmu yang telah sukses, apa saja yang telah dilakukannya.

Post a Comment for "Pemuda Tanjung yang tangguh Mandiri"